ArsipAI: Tim Penyelidikan Pelanggaran HAM Paniai Harus Umumkan Temuan ke Publik

AI: Tim Penyelidikan Pelanggaran HAM Paniai Harus Umumkan Temuan ke Publik

Jumat 2015-01-09 22:59:30

JAKARTA, SUARAPAPUA.com — Amnesty Internasional (AI) meminta tim penyelidikan pelanggaran HAM Paniai, yang dibentuk Komnas HAM, pada 7 Januari 2015 lalu, bisa memastikan temuan-temuannya, dan dapat segera diumumkan ke publik.

Hal ini disampaikan Josef Roy Benedic, Campaigner Amnesty Internasional (AI), untuk Indonesia dan Timor Leste, dalam siaran pers yang dikirim kepada redaksi suarapapua.com, Jumat (9/1/2015). 

Menurut Josef, banyak kejadian di Papua, investigasi-investigasi atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan, termasuk pembunuhan di luar hukum, penggunaan kekuatan yang berlebih dan tidak perlu, dan penyiksaan dan bentuk penganiayaan lainnya, mengalami penundaan.

 

Bahkan, lanjut Josef, temuan-temuannya dipendam, yang membuat para korban dan keluarganya tanpa akses terhadap kebenaran, keadilan, dan reparasi. (Baca: Komnas HAM RI Resmi Bentuk Tim Penyelidikan Pelanggaran HAM di Paniai).

Menurut Josef, di bawah hukum dan standar-standar internasional, aparat penegak hukum hanya boleh menggunakan kekuatan jika benar-benar dibutuhkan, dan sejauh yang dibutuhkan untuk melaksanakan tujuan penegakan hukum yang sah. (Baca: Ini Nama-nama Anggota Tim Penyelidikan Pelanggaran HAM Paniai).

 

“Mereka (aparat) tidak boleh menggunakan senjata api, kecuali ketika membela diri terhadap ancaman segera yang mematikan atau cidera serius.” (Baca: Komnas HAM Harus Bentuk KPP-HAM, Bukan Tim Penyelidikan untuk Pemantauan).

 

“Penggunaan kekuatan yang sewenang-wenang dan disalahgunakan oleh kepolian atau aparat keamanan lain yang melakukan tugas penegakan hukum harus dihukum sebagai tindak kriminal di bawah hukum,” tegasnya.

Investigasi terhadap penembakan Paniai, menurut Josef, harus dilakukan secara imparsial dan mendalam, dan tanpa penundaan, yang mana temuannya harus dipublikasikan. (Baca: Waker Cs Dikejar Sampai ke Neraka, Bagaimana dengan Serdadu Penembak 4 Warga di Paniai?).

 

AI juga mendesak Komnas HAM untuk berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memastikan keamanan dan keselamatan para saksi dan korban dari Paniai, yang telah mengalami trauma akibat penembakan dan juga telah dilaporkan menjadi sasaran intimidasi dan ancaman.

Josef mengatakan, siapapun anggota pasukan keamanan yang ditemukan bertanggung jawab atas pelanggaran HAM, termasuk orang dengan tanggung jawab komando yang memberikan perintah di luar hukum harus dibawa ke pengadilan.

 

"Atau yang mengetahui, atau yang harusnya mengetahui bahwa mereka yang ada di bawah komandonya menggunakan kekuatan di luar hukum, dan yang tidak melakukan upaya untuk mencegahnya, harus diadili di pengadilan sipil dalam persidangan yang memenuhi standar-standar internasional tentang peradilan yang adil tanpa menggunakan hukuman mati," ujarnya.

 

Lebih lanjut, kata Josef, jika ada bukti terjadinya pelanggaran HAM yang berat, prosesnya harus dilakukan lewat Pengadilan HAM sebagaimana yang diatur oleh undang-undang. (Baca: Neles Tebay: Pelaku Penembakan di Timika Cepat Diketahui, Sedangkan di Paniai?).

“Pihak berwenang juga harus memastikan bahwa para korban dan keluarganya menerima reparasi yang penuh dan efektif, termasuk kompensasi."

Lebih lanjut Josef menegaskan, AI juga telah mendokumentasikan berbagai kasus pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia di Papua dan wilayah lain di Indonesia, yang telah ditutup tanpa ada investigasi dan penuntutan.

 

“Pemerintahan yang baru di bawah Presiden Joko Widodo harus membalik situasi ini lewat penanganan kasus Paniai dan memberikan sinyal untuk mengakhiri iklim impunitas,” tegasnya.

 

Baca: #PANIAIBERDARAH

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.